[Artikel] Jannabi Kembali Bertanya, “Apa Itu Musik Sebenarnya?”
9 April 2025 - Alih Bahasa Artikel Naver oleh Jurnalis Yang Hyungmo
Bukan Sekadar Retro—Inilah ‘Kolase Nostalgia’ kehidupan masa kini
Anak-anak lelaki yang ingin mengembalikan musik sebagai ‘kesenangan’, bukan ‘pekerjaan’
Perjalanan waktu ala Jannabi, untuk semua orang dewasa, diikuti dengan konser
Ada sebuah band yang bisa mengetuk hati pendengarnya yang sudah lelah dan hancur setelah menjalani hari yang panjang dan berat. Itu adalah Jannabi.
Jannabi adalah anak-anak lelaki yang sudah lebih dulu menjadi dewasa dibandingkan kita. Mereka selalu begitu. Tak pernah sejalan dengan zaman, dan justru karena itu mereka semakin menonjol. Saat orang lain menyodorkan beat terbaru yang sedang tren, mereka memilih untuk meniup debu piringan hitam era 70-an dan kembali menurunkan jarum ke atasnya.
Anehnya, cara itu tak terasa usang. Atau, mungkin memang usang—tapi tetap keren. Itulah kenapa ini tak bisa hanya disebut ‘retro’, melainkan harus disebut “nostalgia ala Jannabi.” Dalam persiapan album penuh keempat mereka, pertanyaan yang mereka ajukan kepada diri sendiri adalah: “Apa itu musik?”
Maknanya sangat dalam. Dan sedikit menakutkan. Kalau orang yang menjadikan musik sebagai pekerjaannya bertanya hal ini, biasanya hanya ada dua kemungkinan. Entah mereka sedang dalam krisis, atau mereka baru saja menciptakan sesuatu yang luar biasa. Aku ingin percaya kalau Jannabi adalah yang kedua. Kalau tidak, tak mungkin tiket konser mereka terjual secepat itu.
Choi Junghoon mengatakan, ia ingin merasakan musik sebagai ‘kesenangan’ lagi. Ada masa-masa di mana musik terasa hanya sebagai ‘pekerjaan’, sebagai ‘tugas’—dan kita pun bisa memahami itu. Cobalah kerja kantoran selama 10 tahun. Hal yang dulu kamu cintai bisa dengan cepat berubah jadi sesuatu yang penuh kejenuhan.
Kim Dohyung bilang, dia lebih mengikuti intuisi—memusatkan perhatian pada emosi dan inspirasi yang muncul sesaat. Dalam kata lain: “Aku hanya mengikuti perasaan saja.” Kalimat itu terdengar keren kalau dilontarkan oleh musisi. Tapi kalau pegawai kantor yang bilang, bisa-bisa dimarahi. Itulah bedanya seni dan dunia kerja.
Jangan Sebut Ini ‘Retro’, Jannabi Menyebutnya ‘Kolase’
Mereka sudah menyiapkan tameng bahkan sebelum orang menyebut album ini ‘bergaya retro’. “Ini bukan sekadar retro~ Kami menyusunnya sebagai kolase suara dengan sentuhan modern~”
Kolase suara. Kedengarannya agak sok artsy memang. Tapi setelah mendengarkan, kamu akan setuju. Mereka bukan sekadar meniru suara masa lalu. Mereka menyusun ulang emosi dari masa lalu itu, lalu mengeditnya dengan cara yang modern. Jadinya, meski beraroma nostalgia, tetap terasa seperti cerita kita hari ini—itulah sihir yang hanya bisa diciptakan oleh anak-anak lelaki yang telah menjadi dewasa.
Profil yang mereka rilis bersama album ini juga menarik. Cahaya alami, instrumen musik, dan wajah polos khas Jannabi. Di atas panggung mereka menyala-nyala, tapi di foto selalu terlihat seolah tak peduli. Konsep itu sangat pas. Hanya dengan satu profil saja, rasanya mereka ingin bilang, “Emosi kami masih valid kok~”
Tanggal 26 dan 27 April, mereka akan menggelar konser solo di Jamsil Indoor Stadium. Judul konsernya adalah “All Boys and Girls 2025”. Dari judulnya saja, sudah seperti musikal perjalanan waktu.
Kenyataannya, kebanyakan dari kita sekarang bukan anak-anak lelaki atau perempuan lagi. Kita adalah orang dewasa yang kerja, lembur, dan menangis saat lihat saldo tabungan. Dan meskipun tahu itu, Jannabi tetap akan bertanya dari atas panggung:
“Tapi kita semua pernah menjadi anak-anak lelaki dan perempuan, kan?”
Mereka bilang, dalam album ini, Jannabi mengajukan pertanyaan: “Apa itu musik?”
Kalau mereka bertanya padaku, inilah jawabanku:
Musik adalah perasaan yang dibuat dengan sangat tulus oleh seseorang, lalu diterima dengan sangat diam-diam oleh orang lain. Demi itu, kita rela membeli album, streaming berulang kali, dan lari menuju venue konser.
Dan Jannabi, sekali lagi, telah berhasil menciptakan kehangatan emosional itu. Yang perlu kita lakukan hanyalah mengangkatnya perlahan ke dalam hati kita.
Jannabi memulai lagi. Dan kita, cukup mengikutinya—dalam diam.
Pranala luar: Naskah asli artikel
Konteks: Junghoon sangat menyukai artikel ini sampai ia mem-postingnya di instagram dan membagikannya ke keluarga dan teman-temannya.